Jumat, 15 September 2017

Pengalaman Baru Menjadi Asisten Dosen



Menjadi Asisten

Akhir tahun ajaran lalu saya diminta bu kaprodi untuk mbantu menjadi asisten dosen, karena banyak yang sudah mendapatkan kerja profesional. Aku iyakan, toh aku belum pernah, dan lumayan pikirku, punya kesibukan dikala tubuh sudah tidak sekuat dulu untuk kluyuran naik sepeda, hehe. Saat pendaftaran ku isi form asisten dosen dengan penuh keyakinan dan gaya. Seminggu full, ambil sesi pagi sore, dan berkeyakinan akan jadi orang sibuk semester ini.

Seminggu, dua minggu tak ada jawaban, ku tanya teman katanya mereka sudah dapat email acc menjadi asisten. Mungkin karena faktor X ya saya tidak diterima sama sekali menjadi asisten satu mata kuliah pun.

Angin segar, dari dosen mata kuliah kampung kota, namun ternyata angin sementara karena tidak ada follow up, ketika ku tanyakan, mahasiswa yang mengambil matakuliah ini hanya sedikit tak perlu asisten. Hingga suatu malam ditanya oleh kakak angkatan, bisa bantuin matakuliah Struktur 5 kah? Butuh asisten. Dengan sigap ku jawab “iya”! akhirnya….

Dua hari seminggu ku hadapi mendampingi pak dosen dan mahasiswa pada mata kuliah Struktur 5. Lumayan lah daripada tidak ada kesibukan sama sekali. Eh ternyata setelah tiga pertemuan dan bertemu dengan pak Eko Prawoto, ternyata kelasnya juga membutuhkan asisten, direkrutlah saya. Jadi, seminggu saya masuk 3 kali sebagai asisten, yey! Kok bahagia ya? Haha…. Ya lumayan dapat sedikit pundi-pundi uang.

Menghadapi.
Menjadi asisten dosen di prodi arsitektur menurutku menjadi bagian paling ‘anu’ (deskripsikan sendiri :D) dalam dunia pendidikan. Selama menjadi mahasiswa mengalami gap dimana info kurang jelas materi kurang di sini-sana, sehingga menjadi asisten merupakan pengisi gap pengetahuan tersebut. Diluar sistem kurikulum yang (mungkin) banyak celahnya.

Bertemu dengan berbagai macam manusia dari berbagai macam lokasi menjadi satu di satu ruang kelas. Menjadikan diri juga semakin kaya perbendaharaan soft-skill menghadapi berbagai manusia. Begitu asik mengamati tiap mahasiswa memiliki cara pengerjaan tersendiri dan kemampuan yang unikk pada setiap mahasiswa.

Bukan pada kurikulum, materi ataupun tenaga pengajar, tetapi mahasiswa yang sedang berada di medan peperangan, menghadapi peperangannya sendiri dengan semua potensi yang dimilikinya. Ok, kami hanya mengarahkan supaya potensi itu berkembang ke arah yang (benar). Eits, tapi benar menurut siapa? Benar menurut masing-masing mahasiswa/manusia yang mengalaminya sendiri.

Yah begitulah …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar