Kamis, 11 Agustus 2016

11-24 Juli 2016 (Part 3)



Hujan ialah kawan, dingin ialah selimut dan perjalanan pulang ialah puncaknya.




Hari ke-8
Usai sekian hari perjalanan hingga Bromo penuh dengan cahaya matahari, beda dengan esok ini. Mendung menggantung dari pagi menemani kami menikmati esok di pinggir hutan pinus. Black Café berada di pinggir jalan di Nongkojajar dan langsung di belakang kafe adalah Hutan Pinus. Berbincang indah dengan sang pemilik café dilanjut dengan cek ulang sepeda, terutama melumasi bagian bergerak pada sepeda setelah seharian dimakeup abu vulkanik Bromo. Tentunya berfoto di hutan pinus tak ketinggalan.

fight your head, terkadang musuh kita adalah pikiran kita sendiri,



Dipersilakan sarapan oleh Mas Black dan kami dengan lahap menyantapnya. Puji Tuhan, terimakasih Mas Black. Menjelang pukul 10 seperti yang diberitahhu mas Black, Noel menyapa via ponsel bahwa ia sudah sampai di pertigaan Nongkojajar, lanjut kebawah dan bertemu dengan kami.










Cukup persiapan, kami melanjutkan perjalanan dengan rintik gerimis setelah berfoto bersama sang empunya café. Naik ke pertigaan Nongkojajar dan ambil kanan, jalur tembus Jabung.

hujan lagi, lagi hujan
Tak lama hujan turun, dan kami berteduh di teras rumah penduduk. Ditemani seorang ibu dan anaknya yang dari pakis berteduh juga, sebelum melanjutkan perjalanan ke atas. Usai, kami melanjutkan perjalanan. Belum jauh dan jalan mulai menanjak, kami berteduh lagi. Hujan menyapa dengan nikmatnya. Sekali lagi sebrang tempat kami berteduh adalah hutan Pinus lain. Berteduh di teras rumah penduduk lagi.

Suara air mengadu dengan tanah menemani sesaa sebelum sedikit mereda dan kami melanjukan perjalanan. Jalan sedikit turun dan banyak menanjaknya tapi lumayanlah bagi energi yang belum pulih total, terasa beranya. Hingga perjalanan kami terpaksa mendorong sepeda karena Elisa sudah lelah, dan hujan mulai menyapa kembali. Di tikungan tajam Tlogosari , perbatasan kabupaten Malang-Pasuruan kami dipersilakan berteduh dan beristirahat di gubuk oleh beberapa orang relawan penjaga tikungan tersebut.


 Berbincang dengan relawan tersebut dan dia tahu perbekalan air kami menipis, sontak beliau menyuruh yang lebih muda untuk beli air minum. Kami dibelikan 2 air mineral berbool 1,5 liter. Terimakasih. Dengan kompor kami menyeduh kopi, dan apapun yang bisa diseduh untuk melawan dingin.


Dua kali adzan terlewatkan 

 dan hujan masih indah menyapa, kabut mulai datang tapi sebentar pergi. Dalam pikiranku esok tanggal 20-21 ada upacara di Bromo, pastilah sang Maha kuasa tak mau upacara tersebut terlalu banyak debu. Jadi, nikmati saja hujan ini, di gubuk perbatasan. Bung tito tertidur, elisa juga. Entah aku tertidur atau tidak. Disuguhi relawan ahli menolong para mobil yang tidak kuat menaiki tanjakkan. Sigap mengganjal batu dan menaiki mobil bak terbuka bila ada, supaya mobil tersebut bisa lebih menapak aspal. Berbahya memang, tapi ya.. sekali lagi kami bertemu manusia. Lembaran seikhlasnya atau seadanya melayang dan diterima aspal sebelum sampai di tangan para relawan ini. Bentuk apresiasi terhadap usaha mereka.

Menjelang sore tak kunjung reda. Kami terpaksa beranjak dari selimut dingin dan berkemas. Cover bag penuh air dan jaket basah menemani kami mendorong sepeda di tanjakan. Untunglah ini tanjakan terakhir, setelah itu turunan hingga Jabung, rumah mas Doank tempat kami menginap satu malam lagi.

Sejenak berhenti untuk magriban dalam perjalanan, kusempatkan membeli shampoo, sudah kangen keramas! Selama perjalanan banyak kuburan di kanan kiri jalan, yang menandakan bahwa di lokasi ini adalah pemukiman yang sudah tua. Rem yang tak berfungsi dengan baik adalah teman, dimana dengan menekan rem penuh, dan aku masih bisa menyalip tiga temanku! Wow! Harus ganti kampas rem!

Menjelang jam 19 kami sampai Jabung rumah mas Icroel. Sekali lagi, terimakasih diterima dengan hangat J bebersih diri, ngobrol, makan dan tidur. Malam itu teman mas Icroel datang dan sedikit berbincang mengenai perjalanan kami.
Terimakasih

Pengeluaran hari 8:
Makan  : -
Lain-lain: shampoo Rp 1000,-

Hari ke-9
Bangun dengan badan segar dan aroma masakan yang sedap. Esok itu pesta! Tiga macam lauk disediakan, dan semuanya daging, entah harus berterimakasih berapa kali lagi, yang ingin ku katakan, aku sangat berterimakasih sangat banget sangat! Istri mas Icroel berpamitan duluan karena kerja, dan tak bisa nguntapke. Begitupula kami usai sarapan. Persiapan dan berpamitan dan sekali lagi, terimakasih!


 Tak sampai 5 kilometer kami bertemu dengan romboongan TNI AU bersepeda dari belakang. Bertanya-tanya tentang perjalanan kami, dan berkenalan. Tak lupa ucapan terimakasih kami sekali lagi, karena sampai Pakis kami diajak sarapan lagi! Mendengar cerita para prajurit naik hercules hingga papua sembari menyantap soto merupakan hal yang wah! Dilanjut berfoto bersama dan mereka dengan kempol power mendahului rombongan kami.

Beberapa toko sepeda kami jajal tapi tak ketemu standar untuk pengganti punyanya Noel. Mendekati stasiun, aku mengajak rombongan untuk mampir (sebenarnya ngalang) ke Vellodrome (karena penasaran belum pernah lihat bangunan vellodrome) 7,5 km berarti PP 15km dari situ, sedikit ngebut karena mendekati jam 11. Berfoto secukupnya di vellodrome dan lanjut ke pasar besar malang. Diputuskan untuk sholat dulu di masjid besar baru ke pasar besar. di pasar besar barulah dapat standar Noel. Seharga 25 ribu.


Di toko sepeda tersebut kami ngeyup lagi, karena hujan dann ketika reda kami lanjut ke pasar Comboran untuk cari celana dalam dan celana pendek, karena hujan membuat stok habis di dalam pannier. Di pasar Comboran ternyata pasar barang seken, jadi ga ada, malah aku dan bung Tito beli jamu beras kencur yang murah meriah dan uenak.



Perjalanan lanjut ke toko sepeda ketika kami akan berangkat ke bromo. Aku membeli tapal kuda dan kampas rem seharga 36ribu, sadar bahwa masih ada turunan pujon-pare dan sarangan-solo. Balik ke Karangploso dan merasakan kemacetan Malang. Mampir di swalayan untuk beli celana dalam seharga 15rbu XD tanjakan ke Karangploso begitu nikmat dengan badan kami yang sudah mudah lelah. Menjelang jam setengah lima kami sampai Karang Ploso. Mongee, si anakan macan remba langsung di berikan asupan oleh Elisa, tak lupa usai itu kami menceburkan diri di kolam renang.

Malamnya Om Tatok dan Charlotte pergi latihan ketoprak. Kami istirahat.

Pengeluaran hari 9
Makan  : -
Lain2x   : tapal kuda dan kampas rem Rp 36.ooo,-
                  Celana dalam Rp 15.ooo,-

Hari ke-10

Bangun gasik jam setengah enam, lihat di kardus, mongee sudah mati. Bangkainya aku taruh di atas kardus. Elisa bangun dan sedih lihat mongee mati. Minum air putih bukannya seger tapi jam tujuh tidur lagi hingga jam sepuluh. Baru bisa melanjutkan perjalanan usai makan siang.

Usai berpamitan dan mengabadikan momen, kami berangkat. Terimakasih Om Tatok & charlotte!

Hari paling singkat.

 Perjalanan hanya 9kilometer dari Karangploso hingga kantor camat Batu. Bannya bung Tito dirasa bocor dan diganti. Usai ganti ban, hujan menyapa kembali dan dingin menjadi selimut kami. Ditawari bermalam di kantor camat, dan kami tak menolak. Menghangatkan badan dengan menyeduh minuman.
 


Mulai gelap lapar melanda. Hujan usai tinggal beberapa tetes kadang jatuh. Aku dan Elisa keluar membeli makanan di dinginnya kota batu nan syahdu.

Selamat Ulang tahun Elisa!

Kembali ke kantor camat dan tidur di langgar.

Pengeluaran:
Makan  : nasi mawut Rp 24.ooo,-
                  Minum Rp 2.5oo,-
                  Ketan Rp 10.ooo,-
                  Mi Instan Rp 14.ooo,-

Hari ke-11

Narsis dulu di depan kantor camat batu
Pagi menerjang seperti tak kenal lelah. Bangun dan bersiap. Cek ponsel dan dari Mas Christmas kami dianjurkan bertemu teman di alun-alun Batu untuk di pandu. Usai foto-foto dan berkenalan kami lanjut ke museum Angkut (foto saja) lanjut lagi ke Pujon dan mampir di bukit paralayang. Wow! Meski lambat akhirnya aku sampai juga. Terimakasih banyak ya mas!! Aku sudah hampir mabok tanjakan!





Alun-alun kota Batu yang khas dengan bianglala dengan tiket Rp 3000,-


berfoto di museum angkot, gunung Kawi sebagai latar, dan foto ketika berkunjung ke rumah mas Shulton


bukti paralayang di atas desa Songgoriti
Jalur ke bukit paralayang lewat kota Batu ke arah Pujon. Dari Pujon turun sedikit lalu kanan ke arah bukit paralayang. Itu yang katanya jalurnya landai. Katanya ada jalur yang lebih cepat tapi tanjakannya melelahkan, lewat Songgoriti. Meskipun nggremet akhirnya sampai juga!!!
Usai dari paralayang kami di hantar ke rumah mas Christmas dan dia cerita bahwa ketika dikontak dia langsung ke patung Sapi pujon, padahal ketika di kontak Mas Icroel kami baru mau naik ke Bromo.



Istirahat dan makan siang di rumah Mas Christmas, dengan cerita asik mengenai wisata alam dan cerita tentang pemuda kampungnya yang begitu antusias membangun langgar. Noel dan Elisa terlelap, ditemani hujan yang menderu. Usai hujan aku diajak melihat karya pemuda yang  usai mengecat kubah dengan motif granit hijau. Keren!

Kembali ke rumah dan Bung Tito mengajak lanjut perjalanan. Mohon maaf mas Christmas, lain kali kami menginapnya _/|\_
Ucapan perpisahan, dan kami dihantar ke rumah mas Shulton untuk pamitan juga, eh malah disuguh mie ayam! Kami kekenyangan hingga tanjakan menuju ke jalan utama aku tak kuasa mengayuh!

Sekali lagi Terimakasih!
Serasa turunan tiada henti hingga pare. Sempat pinjam kunci ingrris di bengkel karena komstir sepeda Elisa kocak. Mulai gelap dan senter menyala, menyisir jalan panjang turunan hingga pare. Sebelum masuk pare kami makan malam di warung sate. Lumayan mengisi perut, dan ternyata di pare tak bertemu tempat bermalam yang asik, terpaksa kami lanjut ke arah kediri. Kira-kira jam sepuluh malam baru kami ketemu pom bensin yang memperbolehkan kami bermalam di langgarnya.

Pengeluaran hari 11
Makan: sate seprsi untuk 4 orang Rp 14.ooo,-/4
                Nasi Rp 2.000,-
                Minum Rp2.ooo,-

Hari ke-12

pemandangan pagi dari SPBU
Sekali lagi pagi bagaikan tak punya rasa iba, begitu cepat datang dan kami harus melanjutkan ke Kediri.
Tak sampai dua jam kami sampai di simpang Lima, berfoto menghabiskan pagi disitu dan lanjutkan perjalanan.








 

tinggal depan mata
berpose dong!

usai dari simpang lima, ke arah barat kami genjot sepeda dan dekat pabrik rokok kami berhenti untuk charge dan sarapan.

berpose di candi Lor
candi Lor bersama-sama
Perjalanan dilanjutkan ke arah utara, nganjuk lalu madiun. Hari itu panas, dan lelah. Setengah duabelas kami istirahat dan Bung Tito jumatan. Usai, lanjut dan berhenti di warung kecil untuk minum teh panas. Lanjut lagi dan sepertinya salah pilih jalan. Karena jalan rusak, jalur alternatif ke arah madiun tidak lewat Nganjuk kota. Tapi di awal jalan kami bisa berfoto dengan Candi lor.

Perjalanan lebih santai secara mental karena trukk pada lebih lambat daripada di jalan besar, hingga kami bertemu dengan rute berangkat alas Caruban, melwati saradan, hingga ambl kiri arah madiun. Mampir mandi sekalian maghirban di pombensiin juga makan murah meriah di warung langganan supir truk. Lanjut lagi ke Madiun.


 Sekali lagi hujan menyapa kami, di lingkar luar Madiun dan kami terpaksa berteduh di SPBU. Hingga pukul 22.00 kami melanjutkan perjalanan karena SPBU tersebut masih baru dan tidak boleh menginap disana. Lanjut arah magetan, modal nekat. Ga ada warung buka, ga ada SPBU buka. Akhirnya setelah terminal bisa beli air putih dan lanjut naik arah Magetan.
ngantuk pun datang 22.30 masih menuju Magetan







Sunyi jalan sepi, tak lebar juga. Kiri jalan slokan menemai dengan suara airnya gemericik. Tak lupa ban sepedaku bocor menyapa. Terpakasa ganti ban di tengah malam. Tak lupa juga ditolak untuk menginap di polsek, dan dirujuk di polres. Polres yang katanya 2km (jarak orang lokal) jauuh, diambah lelah dan jalan yang menanjak. Ada warung kopi masih buka, dan kami membeli

operasi penambalan ban luar + diganti ban dalamnya
kehangatan di tempat tersebut. Sebelum akhirnya menemukan polres untuk dipersilakan beristirahat. Tak lupa langsung tidur dengan sleeping bag kesayangan.














 Hari ke-13

Kolam di dalam polres Magetan







Keinginan untuk sampai Jogja hari ini begitu kuat, hingga kami tak kuat merambati jalanan yang panas dan menanjak.
kucing pun narsis seperti yang di foto
Keluar dari polres langsung sarapan, murmer pecel. Lanjut lagi sampai Magetan kota, aku membeli ban luar, langsung kami menggantinya. Ketika mengganti diajak kenalan oleh pengonthel daerah Magetan. Bertukar cerita dan nomor pulsa juga terpasang sudah roda, kami melanjutkan perjalanan. Baru saja keluar kota Magetan. Roda belakang saya nggepok dan setingan konisnya berantakan. Dibuka dikencangkan lagi dan dol drat AS nya. Terpaksa kembali ke kota dan membeli AS roda di toko yang oleh pengonthel tadi ditunjukkan. Nanjak lagii… mampir beli kratindaeng dan minum karena merasa diri lelah sekali…




magetan oh.. Magetan
ganti roda, juga as roda






Ganti As roda dan beres, oalah… kok gak sisan ae tadi…

isi ulang energi dengan gula jawa

Lanjut nanjakkkkkk……. Teruss…..
Terus
Terus
Terus
Telinga nyut-nyutan pertanda kepol-en mengayuh dan Istirahat, Elisa refil gula jawa. Lanjut lagi..
..
Sembari menikmati pemandangan supaya lelah tak mudah menyerang mental, kami istirahat kembali di pinggir jalan, Noel yang paling belakang tetap mengayuh dengan semangatnya dan wajahnya yang penuh senyum, dan ternyata itu tatapan terakhir dia kepada kami selama perjalanan.


Bersambung…

2 komentar: