Suatu sore saya membuka facebook dan menemukan
poster, yang menginformasikan bahwa akan ada kegiatan berjalan kaki menyisir Jogja di sepotong
sumbu imajiner yang terpotong; reresik dari tugu-0km.
Sayangnya pas acara tersebut saya tidak bisa ikut,
namun menjadi inspirasi bagi saya untuk mengajak teman-teman Yogyakarta YMCA
untuk melakukan hal yang mirip. Selang beberapa saat, munculah “Bike to-gather”
Poster Bike to-Gather 1 |
Bike to-Gather ini pada pelaksanaannya hanya
bertahan 2x karena saat itu kami belum melek media untuk menggencarkan kegiatan
ini sehingga personilnya hanya itu-itu saja dan kurangnya semangat membuat
kegiatan ini redup.
Sempat muncul lagi ketika Yogyakarta YMCA diajak
untuk berkolaborasi dengan teman yang mendapat tugas kampus untuk bikin acara,
dan acara mereka adalah Fun Bike tradisional (dengan kupon dan tiket masuk
plus-plus doorprize) yang notabene Yogyakarta YMCA pernah bekerja sama dengan
Umbulharjo Ngepit perihal persepedaan dan kegiatan bike to Gather nya. Di acara funbike tersebut diselipkan acara
pungut sampah di lokasi pakualaman dan lempuyangan.
Sepeda memang lambat dan sangat efektif untuk
mengkoleksi informasi sembari sepedaan. Lambatnya juga memberikan waktu untuk
merajut berbagai informasi tersebut jadi ide. Itulah sebabnya pesepeda
seharusnya lebih peka. Namun sepeda sebagai ikon, ikon atau maskot untuk
kegiatan lingkungan? Sepertinya tidak layak, karena sepeda juga sampah. Lihat di
pengepul rosok, berapa banyak sampah dari sepeda, lihat di pasar sepeda; berapa
banyak sepeda seken yang ada, lihat di bengkel sepeda; berapa banyak part
sepeda yang berpotensi menjadi sampah, bungkus part sepeda, bungkus sepeda
ketika beli baru. Sepeda juga berpotensi sampah.
Tong sampah JLFR | Sumber: http://daniest.com/hingga_di_kayuhan_ramadhan_berita158.html |
Sempat juga mendapatkan cerita mengenai teman-teman
JLFR yang menyediakan tong sampah di Mangkubumi sebagai buah pemikiran bahwa
paling tidak sebulan sekali mereka berkontribusi mengotori jalan Mangkubumi
yang sebagai finish dari rute JLFR. Singkat kata cerita itu berakhir dengan
hilangnya tong-tong sampah yang disediakan.
Hingga permasalahan ke-sampahan terbaru yang
kemudian direspon oleh pesepeda yang concern
terhadap hal itu; Willian Bike. Ikhalsnya aksi darinya kemudian memunculkan
inisiatif-inisiatif positif dan kreatif; aktivitas Garuk Sampah. Bukan komunitas
ataupun kelompok apapun; Garuk Sampah adalah aktivitas. Aktivitas ajakan
bersama untuk reresik kota; menikmati kota dengan perspektif lain, mengajak
melahirkan berabgai inisiatif dari diri sendiri tanpa sekat bahkan sekat
setipis atribut dan tentunya tanpa adanya “kepentingan” yang selalu mencoba
mendompleng.
Foto Profil page Garuk Sampah |
Ketika kita datang untuk mengedukasi dengan berbagai
macam atribut dan kesiapaannya yang terorganisir, masyarakat akan terbiasa,
tetapi bila kita datang tanpa atribut dan mensetarakan diri kita dengan
masyarakat sekitar, aktivitas ini akan dipertanyakan.
Tetapi mungkin itu poinnya, ketika mereka bertanya,
berarti merka berpikir :)
Sehingga bila kemudian kesan atapun berbagai jargon
peduli lingkungan kita sematkan pada sepeda, sepeda tidak cukup suci untuk
mendapatkannya (apalagi pesepedanya). Lalu bagaimana sikap kita dengan sepeda
dan lingkungan?
Ya mari kita pisahkan, keikhlasan kita menyayangi lingkungan kita lepaskan dengan ‘sepeda’ dan biarkan lah sepeda sebagai moda kita, moda kita untuk berbahagia, tetaplah bergembira dengan sepeda supaya janganlah kita yang menjadi sampah peradaban :)
Ya mari kita pisahkan, keikhlasan kita menyayangi lingkungan kita lepaskan dengan ‘sepeda’ dan biarkan lah sepeda sebagai moda kita, moda kita untuk berbahagia, tetaplah bergembira dengan sepeda supaya janganlah kita yang menjadi sampah peradaban :)