Pagi ini saya berangkat merji,
nomer siji ke kantor, sampai kantor jam 8.50. Merji karena Leader saya lagi
kondangan di kampung halamannya, ia biasanya sih jam 8.00 udah standby di
kantor. Karena merji maka bisa ngetik ini, hehe..
Baru teringat kemarin, di
perjalanan dekat pantai Glagah. Sebuah pertanyaanku jaman cilik. Jaman cilik
ketika melihat truk iring-iringan. Dengan berbagai jenis warna bak dan motif
truk, perhatian saya mengarah pada sesuatu yang bergoyang di dekat ban belakang
truk. Warna hitam, ujung bawahnya bergerigi, kadang ada yang tercetak merek
kendaraannya. Waktu itu gak eruh kui opo. Bertanyalah saya,
“Pak, opo to kui?”
Tak menjawab pertanyaan tapi
menyodorkan pernyataan.
“kui luih larang mbangane trek-e”
Merasa gak nyambung, pertanyaan
gak tak teruskan dengan berbagai kebingungan sampai waktu yang tidak
ditentukan.
--- --- ---
Di lain zaman, ketika mengobrol
soal kendaraan roda dua dengan mbakyuku, bukan byuku kura khas Sumatera,
terlemparlah pembicaraan mengenai spakbor belakang kendaraan roda dua
(selanjutnya disebut motor saja) yang model baru. Spakbor model baru saat itu
lebih menyasar kesan sporty, lebih njengatzz dan tidak terlalu panjang.
Terlontarlah kata-kata yang tak
tercatat di daun lontar maupun melinjo bahwa spakbor dengan desain tersebut
melindungi penggunanya dari cipratan tapi tidak untuk pengendara di belakangnya
kalau hujan. Dari situ kemudian setelah sekian zaman…
(jeda)
… juga, saya mencermati desain
vespa yang khas dan biasanya orang yang punya vespa (nek niat) memasang dengan
kepet-nya. Lah ini vespa kan spakbor belakangnya udah rendah (kurang lebih
sampai menutup sampai separuh tinggi ban) ditambah kepet pula. Kurang apikan
apa cobak! Desain spakbor yang sudah rendah mengurangi cipratan ke pengendara
dibelakang, tambah lagi kasih kepet kadang sampe kangsrah. Aman deh kalau
berkendara di belakang vespa, tidak perlu takut gak sengaja nelen cipratan ban
motor depan, huehehehe.
Nah dari itu…
Muncul hipotesa, jangan-jangan
demi trend ‘sporty’ (keliatan keren, desain keren) orang lupa pada orang lain. Bahwa
nek hujan kecipratan ban mburi motormu ki ra kepenak. Ketika digeneralisir, tak
hanya tren itu, banyak demi kelihatan keren mengesampingkan fungsi lebih, tak
perlu contoh lah ya.
Sebagai bahan perbandingan, mobil
jaman now, (yang luaris) meski ada builtin kepet tapi tep juga, tak se mantep
kalau ada kepet tambahan. Coba saja di belakang mobil saat hujan.
---- --- ---
Dan setelah sekian purnama, saya
simpulkan dan refleksikan, pertanyaan saya ke bapak saya, tentang kepet itu,
dan mendapatkan jawaban yang uaneh. Bahwa kepet itu lebih mahal dari truknya
karena dengan adanya kepet itu kita peduli pada orang lain, minimal pengendara
di belakang kita. Bahwa kepedulian pada orang lain itulah yang mahal harganya. Lebih
mahal dari harga truk tersebut.
J