Minggu, 02 Agustus 2015

Urip mung mampir Ngombe

-pemaknaan ulang-
...

Ada kiasan "urip mung mampir ngombe", ibarat hidup cuma sebatas mampir untuk minum. seteguk minum yang melegakan tenggorokan, yang kemudian hilang.

Hal ini biasanya diungkapkan atau dirasakan bagi yang para sesepuh, atau yang usianya sudah senja. karena kehidupannya yang berpuluh-puluh tahun tinggal kenangan saja, dan tanpa terasa mendekati ajal.

hal postif dari pemaknaan ini adalah waktu itu berharga, bahwa tiap detik harus kita upayakan untuk kehidupan yang berkualitas. Size the day. raih hari-harimu!

namun di kehidupan Nusantara, yang tidak banyak mengenal teori, kehidupan berguru dengan laku adalah hal yang sudah mendarah daging. ibarat manusia yang tak percaya batu itu keras sebelum menjebleskan kepalanya ke batu. ibarat belum tahu bus itu keras sebelum nabrak bus.

begitu pula gen laku itu pada mayoritas masyarakat Nusantara. Kecenderungan belum paham bahwa hidup itu sesingkat tegukan air minum sebelum mengalami usia Senja.

maka, dengan pemaknaan yang seperti itu, kita buka cakrawala berpikir kita untuk mencari alternatif pemaknaan yang lain.

***

Air, hal yang kita minum, memberi kesegaran dan kehidupan. Ada yang bilang, manusia lebih kuat tidak makan daripada tidak minum. dengan begitu kemudian muncul kiasan, bahwa air adalah sumber kehidupan.

ketika air dimaknai sumber kehidupan, baiklah bila kita selalu berbagi air dalam hidup ini. sebagaimana di depan rumah jaman dahulu, biasa kita temukan kendi berisi air. tak lupa juga pakiwan di susunan rumah vernakular Jawa yang berada di depan rumah. yang hampir tidak bisa kita lupakan hingga jaman sekarang, sosialisasi dari pemerinta pada ibu-ibu PKK bahwa di depan rumah di imbau untuk memasang keran air.

selain untuk keperluan bersih-bersih, mari kita lihat fungsi lain dari kendi di depan rumah tersebut.

jaman dahulu, alat transportasi tidkalah secanggih jaman sekarang, dan tentunya perjalanan jauh sesekali adalah suatu kebutuhan. Pengembara masih banyak dan mereka berjalan kaki. berbekal seadanya dan seefisien mungkin. tradisi mengembara ini yang kemudian menjadi salah satu alasan utama munculnya makanan seperti ampyang, ketupat dan makanan kering unik lainnya.

karena kebutuhan air lebih dibutuhkan daripada makanan dalam perjalanan dan air lebih mudah habis, dan waktu tempuh juga diperhitungkan, maka memotong basa-basi dan mengefisienkan waktu bagi pengembara, disediakanlah kendi-kendi di depan rumah.

sesuatu yang sah dan legal, ketika melewati suatu desa dan sang pengembara itu tidak akan tinggal di desa itu dengan alasan mengefisienkan waktu perjalanan dan kemudian sang pengembara mengamil tegukan air dari kendi di depan rumah salah seorang penduduk desa, dan mengisi wadah minumnya dengan air dalam kendi itu juga, dan langsung melanjutkan perjalanannya lagi.

bisa kita bayangkan, sedikit mengucapkan salam, bila terlihat sang empunya rumah, dan percakapan sebentar tentang tujuan pengembaraannya, dan sang pengembara itu melanjutkan pengembaraannya lagi.
urip mung mampir ngombe.

menjadi pemaknaan yang indah berkaitan dengan air sumber kehidupan dan akan pengembaraan hidup seseorang. pemaknaan dan pemahaman akan kebutuhan orang lain untuk dapat melanjutkan pengembaraan hidupnya.

pemahaman bahwa salah satu tujuan hidup adalah mensuport orang lain dalam pengembaraan hidupnya.

pertanyaannya, dapatkah kita menjadi manusia yang rela menyediakan kendi berisi air yang selalu tersedia di depan rumah, untuk di minum bagi saudara, teman, atau siapapun para pengembara kehidupan ini?

sehingga dengan teguk air yang kita sediakan, mereka bisa tetap hidup dalam pengembaraanya.

Eigner
3 Agustus 2015

Thx to Padepokan Hana Jangka