Hari 7
The Great Crater
"Semeru mengintip, crater bromo masih berselimut kabut." Semeru pagi hari terlihat dari Jemplang |
Sabana yang diselimuti kabut |
Cahaya matahari yang berubah jadi keemasan dan muncullah sang surya. Perlahan kabut awan di crater bromo menghilang, seiring perjalanan kami menuruni lerengnya menuju sabana. Jalur cukup bersahabat untuk ban offroad tapi sedikit menyiksa dengan ban 26x1.50 milikku.
Beberapa kali berhenti untuk mengabadikan diri dalam kabut. Tak heran bila gunung ini dianggap gunung suci, karena kabut, antara ada dan tiada itulah bersemayam Sang Ilahi, yang suci.
Sampai sabana kabut menipis, perlahan menghilang.. Suasana berasa indah, nyaman, bagaikan tak tau berada dimana,
Kabut mulai tersibak, pemandangan hijau gunung dan tebing crater memaksa kami untuk menganga dan mengarahkan lensa untuk sebanyak mungkin menjepretnya.
Sabana lanjut teletabis- sayang tak ada crew telettabisnya. Hijau keemasan rerumput diterpa sang surya yang mulai menunjukkan kelembutannya.
Lanjut lagi hingga lautan pasir dan disini asiknya kami mencari jalur yang keras, kadang terjebak di pasir yang lembut sehingga sepeda harus di dorong.
Puanjangnya lautan pasir ini tak bikin bosen karena asiknya sampai di
tempat ini.
Perlahan di sisi kiri, gunung dg warna abu-abu krem dan sedikit kepulan
asap nampak. Disusul gunung dengan penuh liku di sisinya. Itulah gunung bromo
dan bathok.
Setelah penasaran dengan purenya, kami lanjut ke bromonya. Gemuruh gunung
terdengar dari jauh.
Kami parkir sepeda di dekat penjual, dan kami mengisi perut kami dengan
mi instan dan wedangan. Disitu kami bertemu dengan saudara Downhill dari
malang, bertukar cerita sebentar dan mereka pamit. Pak Heru namanya.
Lanjut kami berjalan ke arah kawah bromo. Abu vulkanik yang kami pijak
juga menutupi tangga menuju kawah, sehingga tangga tersebut sama saja jadi
lereng gunung sekarang.
Naik. Naikk.. naikkk..
Megah, Agung, Mighty kawah menganga, sesekali kepulan asap keluar dari lubangnya. Gemuruhnya bagaikan suara pabrik semesta. Imajinasiku langsung membayangkan orang jaman dulu yang sampai di sini, bertemu dengan sang Brahma yang sedang menempa semesta di dalam kawah tersebut..
Sayang, ponsel habis batere, kamera rusak dan.. inisiatif Elisa
meminjam powerbank pada sepasang wisatawan yang baik hati, ternyata beberapa
jepret powerbanknya habis, dan dipinjami powerbank satulagi, (Terimakasih
mas,Mbak!) sehingga kami bisa berfoto di pinggir kawah yang penuh makna ini!
Setelah mengembalikan powerbank kami turun dan ponsel kembali off..
.
.
Mengambil sepeda dan Bung Tito membeli
kaos Bromo. Kami lanjut perjalanan ke arah Penanjakan.
16.ooan di dekat mulut tanjakan arah penanjaan kami teringat, arah
kandangan yang diberitahu Pak heru.
Namun kami galau karena tak satupun ponsel nyala saat itu, ternyata
Elisa bawa ponsel lawas yang baternya masih full akhirnya bisa menghubungi Pak
Heru, dan disarankan karena sudah sore nanjak penanjakan saja.
Berbagai tawaran ojek kami tolak karena memang sangu kami sudah menipis
dan tanjakannya menantang.
Demi menghemat tenaga, kami dari awal sudah mendorong sepeda (tidak
dipancal)
.
.
Berbekal 2 botol air mineral 600ml seharga 10.000 rupiah kami dorong
sepeda keatas.
.
.
Tikungan ke tujuh, mendekati jam 17, 2 orang pengojek menawarkan secara
ikhlas tumpangan keatas, saat nego untuk siapa yang diangkut, motor trill
dengan ban belakangbocor naik. Akhirnya elisa saja + sepedanya yang dibawa ke
atas. Sekali lagi melanjutkan perjalanan bersama Bung Tito berdua di suguh
tanjakan …
.
.
Ketemu jalan aspal akhirnya kami pedal sepedanya, dan sekitar 18.ooan
kami sampai pertigaan dingklik, disitu Elisa sudah menunggu, ternyata ditemani
pemotor trill yang bocor bannya tadi, Mas Black namanya. Noel sudah melesat
arah wonokitiri. Oleh Mas Black kami disarankan lewat jalur potongkompas
langsung ke desa setelah Wonokitri, hanya saja jalurnya offroad. 18.30 tet kami
putuskan mengikuti saran Mas Black dan ternyata asik juga, sepeda setelan
touring untuk medan off road, hahahha…
.
.
2x berhenti di jalur offroad dengan pemandangan siluet Semeru
mengepulkan asap. Offroad berakhir masuk jalan paving desa disambut dengan
api-api dekat pos ronda. Ngobrol dengan warga sebentar kami lanjut ke cemoro
gading, Mas black mampir di rumah sahabatnya untuk ganti sepeda motor.
.
.
Kopi panas mengencerkan dingin malam itu.
.
.
Usai dari Cemoro Gading (+1800m) lanjut turun ke 1300m Nongkojajar,
tempat Mas Black punya café. Disitu kami bersih-bersih dan isi energi,
menghangatkan badan dan pikiran, bersama teman-teman Mas Black yang penuh
cerita.
.
.
Akhir dari hari ke-7 kami bermalam di Black Café Nongkojajar.
Terimakasih Tuhan, Terimakasih Mas Black untuk berbagi bersama kami.
Terimakasih Tuhan, Terimakasih Mas Black untuk berbagi bersama kami.
senang membaca cerita ini.
BalasHapusTerimakasih sudah membacanya, masih perlu beberapa detail yg lupa dicantumkan, dan tunggu part 3-nya => perjalanan pulang..
BalasHapus