Sudah lama menginginkan
mengunjungi saudara di Purwodadi, mbak Ikha. Sudah lama tak jumpa, juga belum
pernah ke Purwodadi tempat dia berkarya saat ini. Ingatan terakhir tentang purwodadi
adalah saat teman bapak mas Dion menikah disana. Kesan yang masih tertinggal
tentang Purwodadi hingga kini adalah kota dengan pepohonan, jalan menuju
Purwodadi yang hancur dan satu biji semangka yang tersangkut digigi selama
perjalanan pulang Purwodadi-Jogja!
Dengan kecemasan jalan menuju
Purwodadi yang rusak, saya bersiap mengelumpukkan perlengkapan perjalanan. Seperti
biasa, jaket, sarung, celana panjang dan perlengkapan sepeda ditaruh di paniier
kanan, dan pada pannier kiri diisi ransum makanan. Meskipun jarak
Jogja-Purwodadi 125km an, tak apalah membawa perbekalan yang overdosis, malum
petouring amatir yang sering khawatir.
Berdasarkan pengalaman perjalanan
jauh sebelumnya, 125km saya estimasi perjalanan seharian. Bisa jadi berangkat
pagi dari jogja, sampai sana setelah magrib. Aplikasi elevation yang ringan
dijalankan di ponsel melengkapi bayangan rute ke purwodadi yang cenderung
turun, Purwodadi dekat dengan pantai utara. Matahari bulan November cukup panas
di Jawa, jadi siapkan air sebanyak-banyaknya!
Oh,ya! Perjalanan kali ini akan
ditemani oleh sepeda yang berbeda dari 2 perjalanan ketimur pendahulu. Karena
sang besi pusaka sudah beberapa bulan di tlatah Kulon Progo untuk di permak. (Jieyang)
Xtrada Premium, sepeda yang cukup (cukup dibaca: 8-10tahun yanglalu) tua,
peruntukannya sebenarnya digunakan untuk XC leisure.
Atau blusukan hepii.. uniknya di
sepeda seri ini, terdapat dudukan untuk menempatkan boncengan, sehingga sangat
membantu. Boncengan dipinjam dari sepeda Jieyang yang dikendarai ladies biker yang bersama bersepeda ke
Jawa Timur Juli 2016 yang lalu. Jarak BB ke tanah terlalu tinggi menurut saya
untuk digunakan perjalanan jauh, tapi toh dicoba saja.
Eh, ternyata pannier saya satu juga di Kulon Progo, jadi terpaksa pinjem satu pannier juga. Meski pannier selen, perjalanan tetep akan dilaksanakan. :)
Eh, ternyata pannier saya satu juga di Kulon Progo, jadi terpaksa pinjem satu pannier juga. Meski pannier selen, perjalanan tetep akan dilaksanakan. :)
Pagi itu senin (7/11/2016)rencana
berangkat ke Purwodadi. Paginya menemani ibu belanja di pasar dahulu. Namun
tidak sengaja sampai rumah, bahu kanan keseleo karena kedorong saat ibu turun
dari kendaraan, dan akhirnya senin itu seharian saya tidur untuk pemulihan. Karena
untuk ngangkat ceret saja tidak kuat.
Barang yang sudah dipersiapkan
Minggu(6/11/2016), tersedia untuk memulai perjalanan yang terundur sehari.
Selasa pagi usai sarapan dirumah, ku pancal sepeda keluar rumah pukul 7.45.
Pagi cerah, matahari bersinar indah, mengawali kayuhan dengan santai untuk
pemanasan. Sambil bernostalgia perjalanan sebelumnya ke Malang dalam rangka
mengikuti event Endurance Race yang baru sampai Gondang sudah K.O kehujanan. 9
pagi kurang sedikit isitirahat di kota Klaten menyantap pisang dan roti basah
yang bikin seret. 15 menit beristirahat perjalanan dilanjut. Pagi cerah nan
indah perlahan menjadi panas menjelang siang, 10.10 sampai Delanggu karena tak
kuat panasnya berhenti di Indoramet membeli pocarisweat
dan jus.
Istirahat bung! panas! |
Sekitar 10.30 melanjutkan
perjalanan penuh dengan berkah dari sang surya. Coba kalau saya bisa
fotosintesis pasti situasi seperti ini tenaga bisa 200%. Sampai Kartasura map
di ponsel memperlihatkan untuk belok kiri masuk ke jalur alternatif, masuk ke
dalam gang. Kuikuti saja dengan sedikit ragu. Akhirnya tembus ke arah bandara
tanpa melewati terminal. Melaju dengan bahagia ke arah bandara karena jalannya
lapang, halus, dan tidak banyak kendaraan sampai-sampai terlalu asik dan
kebablasan arah bandara. Memutar balik dan belok ke arah seharusnya. Aspalnya
mulus, tak tahu arah meski hanya di daerah sekitaran Solo, beriman hanya pada
GPS di gawai maupun GPS darat (Ground Pitakonan System).
Tiba-tiba jalan mulai rusak dan
banyak teman perjalanan baru berupa truk. Jalur ini separo hancur karena
ternyata jalur truk. GPS menunjukkan untuk berbelok kanan tapi ku urungkan
karena ragu dengan bentuk jalannya. Lanjut untuk mencari belokan dengan jalan
yang lebih manusiawi. Ku temukan gapura dan masuk ke desa, menembus desa hingga
ketemu sawah dibalik desa. Siang-siang istirahat di gapura keluar desa,
terhampar sawah. Kumakan pisang bekal sambil pepanas menikmati indahnya sawah.
Lanjut perjalanan melalui bulak,
dan ketemu desa selanjutnya, menggiring ke arah timur laut, sesuai dengan
tujuan. Akhirnya setelah melewati desa itu terlihat jalur agak ramai menuju
keutara. Mengikuti jalur tersebut yang penuh debu, ternyata jalur lalulalang
truk pabrik. Tak lama akhirnya ketemu dengan jalur Boyolali-solo dan belok,
nyebrang rel masuk ke Jalur Solo-Purwodadi km 11.
Spot favorit 1 |
12.00 pas berhenti di soto murah
tertera harganya Rp 6.000 parkir sepeda semakin sulit karena jagragnya sudah
mulai letoy. Menunggu teh panas dan soto, supir truk menanyakan, kok tau jalan
tebus tadi? Ku bilang Cuma mengikuti truk saja. Tertnyata truk tersebut tadi
sempat menyalip saya dan juga menuju ke Purwodadi. Makan siang murah meriah
namun kecewa dengan teh-nya karena tidak terlalu manis. Tapi toh perjalanan ini
sudah manis. :D
Mana Soto nya? |
Perjalanan dilanjut jalan mulai
naik turun tapi cenderung turunan karena Purwodadi lebih rendah letaknya. Jalur
dominan cor semen yang bikin roda semakin menggelinding laju. Rel kereta di
kiri menemani perjalanan hingga berganti di kanan. Jalur cenderung sepi dan
kadang jalur lurus membuat sedikit bosan dan kecepatan menurun, dan mulai asik
ketika masuk alas. Plang arah gunung kemukus terlihat dan juga papan petunjuk
arah Kedung Ombo. Malas pikirku untuk lewat mengingat ceritanya tentang
pembuatan waduk tersebut yang aduhai.
Patokannya simple, rel dikiri,
rel dikanan, rel dikiri, hilang, ketemu rel lagi berarti Purwodadi dah dekat.
32 Km menuju Purwodadi pukul 13.10an beristirahat saya di penjual Jus.
Sebenarnya 5km sebelumnya ada penjual es campur yang menggoda, tapi malas
berhenti karena sedang laju kencang. Kupesan jus mangga, dan enak sekali
rasanya, segarr!
Favorit! |
Suasana syahdu 32km menuju Purwodadi. |
Sisa perjalanan menuju purwodadi begitu nikmat karena jalurnya dingin banyak pepohonan dan ketika rel sudah terlihat dikiri jalan, jalan cenderung turunan hingga Purwodadi. Tak jauh disapa oleh orang di kiri jalan, ternyata supir Truk yang tadi siang sempat makan bersama di warung. Terus menggelinding hingga simpang lima Purwodadi, dan waah! Indahnya! Sore teduh di kota tua. Kanan kiri pohon besar menaungi, dengan angin sepoi merontokkan daunnya pada jalan lurus membelah kota. Syahdu! Ditemani alunan musik khas, ternyata sedang ada pertunjukan barongsai keliling. Kulihat sebentar dan memasukkan uang ke kotak kelompok barongsai tersebut.
Hayo tebak, mana barongsainya? |
Agak kecewa ketika sampai
alun-alun masih sore 15.15an dan ingin menikmati sore di alun-alun tapi sedang
renovasi. Ku telpon saudara Mbak Ikha yang sudah ku hubungi sebelumnya, menanyakan
lokasi rumahnya. Rencana satu hari saya tinggal di Purwodadi. Sampai di lokasi
disambut Mbak Ikha dan putranya, Arkha, istirahat dan nyantai.
Malamnya saya diajak muter-muter
Purwodadi dan santap malam dengan swike khas Purwodadi! Termiakasih kakak ^_^.
Hari kedua.
Bangun pagi malas-malasan dan
mengobrol santai di dapur. Edisi hari ini, menikmati arsitektural GKJ Purwodadi
yang katanya desain awalnya didesain oleh dosen pembimbing tugas akhir saya,
Pak Mahatmanto. Usai menikmati bangunan, dilanjut bersepeda bareng Arkha ke
taman kota Purwodadi. Taman kota tersebut masih proses pembangunan tapi sudah
banyak bisa digunakan fasilitasnya. Siang-siang ke taman kota yang panas memang asik. Ibarat kopi dan gedhang
goreng panas. Pulang dari taman kota mampir untuk makan bakso di jalan utama
menuju kota Purwodadi. Tak lama usai makan bakso, perjalanan pulang, dan…
hujan… hingga bermalam di Purwodadi diiringi hujan.
Taman Kota Purwodadi
Purwodadi yang konon kota imut secara luasan ini bahkan mempunyai ruang yang didedikasikan untuk umum. cukup membayar parkir 1000 rupiah untuk ranmor roda 2 dan parkir gratis untuk sepeda sudah bisa menikmati indahnya taman kota di Purwodadi. Lalu, apa menariknya taman kota ini? Ya jelas menarik lah, taman kota berarti, pengelola kota paham bahwa Manusia butuh ruang, untuk mengapresiasi kemanusiaannya. Dengan menghadirkan taman kota yang dapat diakses publik ini apa sih untungnya? Dalam kacamata saya, untung/benefit dari taman kota ini jelas, masyarakat jadi mempunyai tempat untuk bersosialisasi, berrekreasi, dan tombo stress. Pada dasarnya Manusia butuh dolan (seperti saya ini, hehe...) tapi juga terikat waktu dan lokasi. Maka butuh tempat rekreasi yang dekat, Taman kota adalah solusi nya.
Fasilitas parkir sepeda.
Menghadirkan fasilitas parkir sepeda di taman ini, adalah pemandangan yang seharusnya sangat biasa. Tapi bagi manusia dari Jogja ini yang parkir sepeda saja susah di kotanya sendiri (meskipun (hanya) di malioboro sekarang sudah tersedia.2017) salah satu bentuk pemuliaan terhadap kemanusiaan di suatu kota adalah pemuliaan terhadap pejalan kaki dan pesepeda. Bukan perkara pesepeda dengan euforia ber-medsos-nya yang mengklaim, pesepedalah yang mempopulerkan berbagai lokasi wisata, tapi bahwa pembangunan kota itu harus berorientasi pada penduduknya, yang menggunakan, manusia.
Saya jadi belajar kembali, bahwa transportasi sepeda/pesepeda hanya KW 1 dari bentuk suatu kemanusiaan dalam kota. Orignialnya tetap transportasi dengan berjalan yaitu pejalan kaki.
Adik Arkha dan sepeda kesayangannya.. |
GKJ Purwodadi dan sepedaku |
Purwodadi yang konon kota imut secara luasan ini bahkan mempunyai ruang yang didedikasikan untuk umum. cukup membayar parkir 1000 rupiah untuk ranmor roda 2 dan parkir gratis untuk sepeda sudah bisa menikmati indahnya taman kota di Purwodadi. Lalu, apa menariknya taman kota ini? Ya jelas menarik lah, taman kota berarti, pengelola kota paham bahwa Manusia butuh ruang, untuk mengapresiasi kemanusiaannya. Dengan menghadirkan taman kota yang dapat diakses publik ini apa sih untungnya? Dalam kacamata saya, untung/benefit dari taman kota ini jelas, masyarakat jadi mempunyai tempat untuk bersosialisasi, berrekreasi, dan tombo stress. Pada dasarnya Manusia butuh dolan (seperti saya ini, hehe...) tapi juga terikat waktu dan lokasi. Maka butuh tempat rekreasi yang dekat, Taman kota adalah solusi nya.
di plaza taman kota |
Icon taman kota Purwodadi |
Fasilitas parkir sepeda.
Menghadirkan fasilitas parkir sepeda di taman ini, adalah pemandangan yang seharusnya sangat biasa. Tapi bagi manusia dari Jogja ini yang parkir sepeda saja susah di kotanya sendiri (meskipun (hanya) di malioboro sekarang sudah tersedia.2017) salah satu bentuk pemuliaan terhadap kemanusiaan di suatu kota adalah pemuliaan terhadap pejalan kaki dan pesepeda. Bukan perkara pesepeda dengan euforia ber-medsos-nya yang mengklaim, pesepedalah yang mempopulerkan berbagai lokasi wisata, tapi bahwa pembangunan kota itu harus berorientasi pada penduduknya, yang menggunakan, manusia.
Saya jadi belajar kembali, bahwa transportasi sepeda/pesepeda hanya KW 1 dari bentuk suatu kemanusiaan dalam kota. Orignialnya tetap transportasi dengan berjalan yaitu pejalan kaki.
(Bersambung lagi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar