Sabtu, 25 Maret 2017

Trip to Purwodadi (Part 1)


Sudah lama menginginkan mengunjungi saudara di Purwodadi, mbak Ikha. Sudah lama tak jumpa, juga belum pernah ke Purwodadi tempat dia berkarya saat ini. Ingatan terakhir tentang purwodadi adalah saat teman bapak mas Dion menikah disana. Kesan yang masih tertinggal tentang Purwodadi hingga kini adalah kota dengan pepohonan, jalan menuju Purwodadi yang hancur dan satu biji semangka yang tersangkut digigi selama perjalanan pulang Purwodadi-Jogja!

Dengan kecemasan jalan menuju Purwodadi yang rusak, saya bersiap mengelumpukkan perlengkapan perjalanan. Seperti biasa, jaket, sarung, celana panjang dan perlengkapan sepeda ditaruh di paniier kanan, dan pada pannier kiri diisi ransum makanan. Meskipun jarak Jogja-Purwodadi 125km an, tak apalah membawa perbekalan yang overdosis, malum petouring amatir yang sering khawatir.

Berdasarkan pengalaman perjalanan jauh sebelumnya, 125km saya estimasi perjalanan seharian. Bisa jadi berangkat pagi dari jogja, sampai sana setelah magrib. Aplikasi elevation yang ringan dijalankan di ponsel melengkapi bayangan rute ke purwodadi yang cenderung turun, Purwodadi dekat dengan pantai utara. Matahari bulan November cukup panas di Jawa, jadi siapkan air sebanyak-banyaknya!

Oh,ya! Perjalanan kali ini akan ditemani oleh sepeda yang berbeda dari 2 perjalanan ketimur pendahulu. Karena sang besi pusaka sudah beberapa bulan di tlatah Kulon Progo untuk di permak. (Jieyang) Xtrada Premium, sepeda yang cukup (cukup dibaca: 8-10tahun yanglalu) tua, peruntukannya sebenarnya digunakan untuk XC leisure. Atau blusukan hepii.. uniknya di sepeda seri ini, terdapat dudukan untuk menempatkan boncengan, sehingga sangat membantu. Boncengan dipinjam dari sepeda Jieyang yang dikendarai ladies biker yang bersama bersepeda ke Jawa Timur Juli 2016 yang lalu. Jarak BB ke tanah terlalu tinggi menurut saya untuk digunakan perjalanan jauh, tapi toh dicoba saja.

Eh, ternyata pannier saya satu juga di Kulon Progo, jadi terpaksa pinjem satu pannier juga. Meski pannier selen, perjalanan tetep akan dilaksanakan. :)

Perbatasan, DIY-Jateng
Hari yang indah
Pagi itu senin (7/11/2016)rencana berangkat ke Purwodadi. Paginya menemani ibu belanja di pasar dahulu. Namun tidak sengaja sampai rumah, bahu kanan keseleo karena kedorong saat ibu turun dari kendaraan, dan akhirnya senin itu seharian saya tidur untuk pemulihan. Karena untuk ngangkat ceret saja tidak kuat.

Barang yang sudah dipersiapkan Minggu(6/11/2016), tersedia untuk memulai perjalanan yang terundur sehari. Selasa pagi usai sarapan dirumah, ku pancal sepeda keluar rumah pukul 7.45. Pagi cerah, matahari bersinar indah, mengawali kayuhan dengan santai untuk pemanasan. Sambil bernostalgia perjalanan sebelumnya ke Malang dalam rangka mengikuti event Endurance Race yang baru sampai Gondang sudah K.O kehujanan. 9 pagi kurang sedikit isitirahat di kota Klaten menyantap pisang dan roti basah yang bikin seret. 15 menit beristirahat perjalanan dilanjut. Pagi cerah nan indah perlahan menjadi panas menjelang siang, 10.10 sampai Delanggu karena tak kuat panasnya berhenti di Indoramet membeli pocarisweat dan jus.
Istirahat bung! panas!

Sekitar 10.30 melanjutkan perjalanan penuh dengan berkah dari sang surya. Coba kalau saya bisa fotosintesis pasti situasi seperti ini tenaga bisa 200%. Sampai Kartasura map di ponsel memperlihatkan untuk belok kiri masuk ke jalur alternatif, masuk ke dalam gang. Kuikuti saja dengan sedikit ragu. Akhirnya tembus ke arah bandara tanpa melewati terminal. Melaju dengan bahagia ke arah bandara karena jalannya lapang, halus, dan tidak banyak kendaraan sampai-sampai terlalu asik dan kebablasan arah bandara. Memutar balik dan belok ke arah seharusnya. Aspalnya mulus, tak tahu arah meski hanya di daerah sekitaran Solo, beriman hanya pada GPS di gawai maupun GPS darat (Ground Pitakonan System).

Tiba-tiba jalan mulai rusak dan banyak teman perjalanan baru berupa truk. Jalur ini separo hancur karena ternyata jalur truk. GPS menunjukkan untuk berbelok kanan tapi ku urungkan karena ragu dengan bentuk jalannya. Lanjut untuk mencari belokan dengan jalan yang lebih manusiawi. Ku temukan gapura dan masuk ke desa, menembus desa hingga ketemu sawah dibalik desa. Siang-siang istirahat di gapura keluar desa, terhampar sawah. Kumakan pisang bekal sambil pepanas menikmati indahnya sawah.
Spot favorit 1
 Lanjut perjalanan melalui bulak, dan ketemu desa selanjutnya, menggiring ke arah timur laut, sesuai dengan tujuan. Akhirnya setelah melewati desa itu terlihat jalur agak ramai menuju keutara. Mengikuti jalur tersebut yang penuh debu, ternyata jalur lalulalang truk pabrik. Tak lama akhirnya ketemu dengan jalur Boyolali-solo dan belok, nyebrang rel masuk ke Jalur Solo-Purwodadi km 11.

12.00 pas berhenti di soto murah tertera harganya Rp 6.000 parkir sepeda semakin sulit karena jagragnya sudah mulai letoy. Menunggu teh panas dan soto, supir truk menanyakan, kok tau jalan tebus tadi? Ku bilang Cuma mengikuti truk saja. Tertnyata truk tersebut tadi sempat menyalip saya dan juga menuju ke Purwodadi. Makan siang murah meriah namun kecewa dengan teh-nya karena tidak terlalu manis. Tapi toh perjalanan ini sudah manis. :D
Mana Soto nya?
Perjalanan dilanjut jalan mulai naik turun tapi cenderung turunan karena Purwodadi lebih rendah letaknya. Jalur dominan cor semen yang bikin roda semakin menggelinding laju. Rel kereta di kiri menemani perjalanan hingga berganti di kanan. Jalur cenderung sepi dan kadang jalur lurus membuat sedikit bosan dan kecepatan menurun, dan mulai asik ketika masuk alas. Plang arah gunung kemukus terlihat dan juga papan petunjuk arah Kedung Ombo. Malas pikirku untuk lewat mengingat ceritanya tentang pembuatan waduk tersebut yang aduhai.

Patokannya simple, rel dikiri, rel dikanan, rel dikiri, hilang, ketemu rel lagi berarti Purwodadi dah dekat. 32 Km menuju Purwodadi pukul 13.10an beristirahat saya di penjual Jus. Sebenarnya 5km sebelumnya ada penjual es campur yang menggoda, tapi malas berhenti karena sedang laju kencang. Kupesan jus mangga, dan enak sekali rasanya, segarr!
Favorit!
Suasana syahdu 32km menuju Purwodadi.

Sisa perjalanan menuju purwodadi begitu nikmat karena jalurnya dingin banyak pepohonan dan ketika rel sudah terlihat dikiri jalan, jalan cenderung turunan hingga Purwodadi. Tak jauh disapa oleh orang di kiri jalan, ternyata supir Truk yang tadi siang sempat makan bersama di warung. Terus menggelinding hingga simpang lima Purwodadi, dan waah! Indahnya! Sore teduh di kota tua. Kanan kiri pohon besar menaungi, dengan angin sepoi merontokkan daunnya pada jalan lurus membelah kota. Syahdu! Ditemani alunan musik khas, ternyata sedang ada pertunjukan barongsai keliling. Kulihat sebentar dan memasukkan uang ke kotak kelompok barongsai tersebut.

Hayo tebak, mana barongsainya?
Agak kecewa ketika sampai alun-alun masih sore 15.15an dan ingin menikmati sore di alun-alun tapi sedang renovasi. Ku telpon saudara Mbak Ikha yang sudah ku hubungi sebelumnya, menanyakan lokasi rumahnya. Rencana satu hari saya tinggal di Purwodadi. Sampai di lokasi disambut Mbak Ikha dan putranya, Arkha, istirahat dan nyantai.
 

Malamnya saya diajak muter-muter Purwodadi dan santap malam dengan swike khas Purwodadi! Termiakasih kakak ^_^.
 


Hari kedua.
Bangun pagi malas-malasan dan mengobrol santai di dapur. Edisi hari ini, menikmati arsitektural GKJ Purwodadi yang katanya desain awalnya didesain oleh dosen pembimbing tugas akhir saya, Pak Mahatmanto. Usai menikmati bangunan, dilanjut bersepeda bareng Arkha ke taman kota Purwodadi. Taman kota tersebut masih proses pembangunan tapi sudah banyak bisa digunakan fasilitasnya. Siang-siang ke taman kota yang  panas memang asik. Ibarat kopi dan gedhang goreng panas. Pulang dari taman kota mampir untuk makan bakso di jalan utama menuju kota Purwodadi. Tak lama usai makan bakso, perjalanan pulang, dan… hujan… hingga bermalam di Purwodadi diiringi hujan.
Adik Arkha dan sepeda kesayangannya..

GKJ Purwodadi dan sepedaku
Taman Kota Purwodadi
 Purwodadi yang konon kota imut secara luasan ini bahkan mempunyai ruang yang didedikasikan untuk umum. cukup membayar parkir 1000 rupiah untuk ranmor roda 2 dan parkir gratis untuk sepeda sudah bisa menikmati indahnya taman kota di Purwodadi. Lalu, apa menariknya taman kota ini? Ya jelas menarik lah, taman kota berarti, pengelola kota paham bahwa Manusia butuh ruang, untuk mengapresiasi kemanusiaannya. Dengan menghadirkan taman kota yang dapat diakses publik ini apa sih untungnya? Dalam kacamata saya, untung/benefit dari taman kota ini jelas, masyarakat jadi mempunyai tempat untuk bersosialisasi, berrekreasi, dan tombo stress. Pada dasarnya Manusia butuh dolan (seperti saya ini, hehe...) tapi juga terikat waktu dan lokasi. Maka butuh tempat rekreasi yang dekat, Taman kota adalah solusi nya.
di plaza taman kota
Icon taman kota Purwodadi

 Fasilitas parkir sepeda.
 Menghadirkan fasilitas parkir sepeda di taman ini, adalah pemandangan yang seharusnya sangat biasa. Tapi bagi manusia dari Jogja ini yang parkir sepeda saja susah di kotanya sendiri (meskipun (hanya) di malioboro sekarang sudah tersedia.2017) salah satu bentuk pemuliaan terhadap kemanusiaan di suatu kota adalah pemuliaan terhadap pejalan kaki dan pesepeda. Bukan perkara  pesepeda dengan euforia ber-medsos-nya yang mengklaim, pesepedalah yang mempopulerkan berbagai lokasi wisata, tapi bahwa pembangunan kota itu harus berorientasi pada penduduknya, yang menggunakan, manusia.

Saya jadi belajar kembali, bahwa transportasi sepeda/pesepeda hanya KW 1 dari bentuk suatu kemanusiaan dalam kota. Orignialnya tetap transportasi dengan berjalan yaitu pejalan kaki.


Bentuk pemuliaan manusia dalam suatu kota

(Bersambung lagi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar