Kamis, 02 Juli 2015

Umbulharjo

Rumahnya mata air di Yogyakarta

Aktivitas bersepeda biasanya mencari destinasi lokasi yang bisa dinikmati atmosfernya secara visual, karena kita dengan mudah mengabadikannya, lalu bagaimana bila kita bersepeda di keabadian? Keabadian cerita yang tak ada wujudnya dan kini hanya bisa didengar.
Mungkinkah saya terlalu lelah dengan segala visual.
Tapi toh, juga harus disajikan dalam bentuk visual.

Pemandangan Matahari terbit di Situs Warungboto

Umbulharjo, gabungan kata dari ‘umbul’ dan ‘harjo’ umbul berarti mata air, harjo dari kata Raharja yang berarti makmur. Jadi daerah Umbulharjo adalah daerah yang makmur mata air, atau kata lain banyak mata air di daerah ini.



Pemandangan ke kolam bekas mata air
dari atas Situs Warungboto
Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan reruntuhan bekas pesanggrahan jaman Hamengku Buwono II, Pesanggrahan Rejowinangun. Pesanggrahan Rejowinangun yang masih dapat dengan mudah dinikmati kini biasa disebut situs Tuk Umbul Warungboto. Berlokasi di Jl. Veteran Yogyakarta +- 2km dari Balaikota Jogja ke arah selatan.


Di sekitar situs Warungboto tersebut juga ada umbul lanang dan wadon yang dikelola warga sekitar sebagai kesatuan wisata bila ada yang berwisata ke lokasi tersebut. Dengan senang hati penduduk sekitar atau bila bertemu penjaga di situs Warungboto ini menunjukkan lokasi umbul lanang dan wadon tersebut.



Bekas mata air di bekas SD Glagah II
Salah satu SD yang rubuh pada gempa Jogja 2006 
Satu kilometer dari lokasi situs Warungboto arah barat laut, ada juga bekas mata air, terletak dibekas SD Glahah II yang kini sudah rata dengan tanah. Bekas mata air tersebut menyusut dan menjadi sumur, dan kini sumur juga telah diratakan hingga tak ada lagi jejak mata air kecuali cerita para sesepuh asli di daerah tersebut.

Banyaknya mata air juga tak terlepas dari area persawahan yang masif pada jaman dahulu sebagai daerah tangkapan hujan dan bentuk geografis berupa cekungan lembah kecil yang membentang dari Timoho hingga Warungboto sebagai sumber air bagi Umbulharjo dan terutama situs Warungboto.


Berpose sambil menikmati Sunrise
dengan segelas wedang, radio dan  bekal.
Seperti lokasi asik lain, situs Warungboto ini nikmat bila dinikmati di “golden hour” atau jam emas para foto grafer jam sunset dan sunrise, namun karena dari situs ini lebih leluasa memandang ke timur, tentunya view untuk sunrise lebih terasa atmosfernya.

Tahun 1996 ketika saya mengunjungi situs ini masih ada airnya, dan menurut penjaga mata air ini benar-benar kering memasuki tahun 1999 sebelum itu ketika musim hujan air masih mau keluar dari kolam mata air ini. Menurut penuturan warga yang telah lama mengenal mata air itu, jaman kecil situs itu dipakai untuk mandi-mandi bersama teman-teman.


Lokasi ini juga merupakan ide yang melatarbelakangi Komunitas Sepeda “Umbulharjo Ngepit” bersama YMCA Yogyakarta melakukan aksi simbolis pada hari air Sedunia 2014 lalu. Aksi simbolis bersepeda dari Alun-Alun utara Jogja ke situs mata air ini kemudian dan kemudian menuangkan air sebagai simbol. 

Sepeda dengan atribut yang kami bawa menuju Situs Warungboto
Proses simbolisasi aksi kita berbuat sesuatu terhadap mata air.

  Simbol bahwa kita sebagai manusia yang selama ini hidup dari air, selayaknya kini adalah saatnya kita balik memberikan sesuatu bagi air yang telah menghidupi kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar