Rumahnya mata air di Yogyakarta
Aktivitas bersepeda
biasanya mencari destinasi lokasi yang bisa dinikmati atmosfernya secara visual,
karena kita dengan mudah mengabadikannya, lalu bagaimana bila kita bersepeda di
keabadian? Keabadian cerita yang tak ada wujudnya dan kini hanya bisa didengar.
Mungkinkah saya
terlalu lelah dengan segala visual.
Tapi toh, juga harus
disajikan dalam bentuk visual.
Pemandangan Matahari terbit di Situs Warungboto |
Umbulharjo, gabungan kata dari ‘umbul’ dan ‘harjo’ umbul berarti
mata air, harjo dari kata Raharja yang berarti makmur. Jadi daerah Umbulharjo
adalah daerah yang makmur mata air, atau kata lain banyak mata air di daerah
ini.
Pemandangan ke kolam bekas mata air dari atas Situs Warungboto |
Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan reruntuhan bekas pesanggrahan
jaman Hamengku Buwono II, Pesanggrahan Rejowinangun. Pesanggrahan Rejowinangun yang
masih dapat dengan mudah dinikmati kini biasa disebut situs Tuk Umbul
Warungboto. Berlokasi di Jl. Veteran Yogyakarta +- 2km dari Balaikota Jogja ke
arah selatan.
Di sekitar situs Warungboto tersebut juga ada umbul lanang
dan wadon yang dikelola warga sekitar sebagai kesatuan wisata bila ada yang
berwisata ke lokasi tersebut. Dengan senang hati penduduk sekitar atau bila
bertemu penjaga di situs Warungboto ini menunjukkan lokasi umbul lanang dan
wadon tersebut.
Bekas mata air di bekas SD Glagah II Salah satu SD yang rubuh pada gempa Jogja 2006 |
Satu kilometer dari lokasi situs Warungboto arah barat laut, ada juga
bekas mata air, terletak dibekas SD Glahah II yang kini sudah rata dengan
tanah. Bekas mata air tersebut menyusut dan menjadi sumur, dan kini sumur juga
telah diratakan hingga tak ada lagi jejak mata air kecuali cerita para sesepuh
asli di daerah tersebut.
Banyaknya mata air juga tak terlepas dari area persawahan
yang masif pada jaman dahulu sebagai daerah tangkapan hujan dan bentuk
geografis berupa cekungan lembah kecil yang membentang dari Timoho hingga
Warungboto sebagai sumber air bagi Umbulharjo dan terutama situs Warungboto.
Berpose sambil menikmati Sunrise dengan segelas wedang, radio dan bekal. |
Seperti lokasi asik lain, situs Warungboto ini nikmat bila
dinikmati di “golden hour” atau jam emas para foto grafer jam sunset dan
sunrise, namun karena dari situs ini lebih leluasa memandang ke timur, tentunya
view untuk sunrise lebih terasa atmosfernya.
Tahun 1996 ketika saya mengunjungi situs ini masih ada
airnya, dan menurut penjaga mata air ini benar-benar kering memasuki tahun 1999
sebelum itu ketika musim hujan air masih mau keluar dari kolam mata air ini. Menurut
penuturan warga yang telah lama mengenal mata air itu, jaman kecil situs itu
dipakai untuk mandi-mandi bersama teman-teman.
Lokasi ini juga merupakan ide yang melatarbelakangi Komunitas Sepeda “Umbulharjo Ngepit” bersama YMCA Yogyakarta melakukan aksi simbolis pada hari air Sedunia 2014 lalu. Aksi simbolis bersepeda dari Alun-Alun utara Jogja ke situs mata air ini kemudian dan kemudian menuangkan air sebagai simbol.
Sepeda dengan atribut yang kami bawa menuju Situs Warungboto |
Proses simbolisasi aksi kita berbuat sesuatu terhadap mata air. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar