Natal tahun 2018 ini adalah natal
yang terasa lebih sadar dan terasa lebih mengalami, bisa jadi hanya karena
barusan dialami, juga natal kali ini mendapatkan pemaknaan baru mengenainya.
Dimulai dari
cerita bahwa tema khotbah kali ini adalah jangan lupa bahagia, dan singkat
cerita bahagia itu kan sifatnya berbeda-beda tergantung manusianya. Bisa jadi
saya bahagia karena dapat uang 100ribu tapi kamu baru bahagia ketika mendapat
1juta dan berbagai buanyak perbedaan lain yang sangat dekat kita temui. Tapi bagaimana
menanggapi jangan lupa bahagia kalau saat ini punya hutang 50 juta dan harus
dilunasi hari ini dan belum cukup dana? Adanya Cuma mumet. Kebanyakan khotbah
akan mengarah jalan pintas menuju kata sakti “percaya” pasti bisa, pasti ada
jalan.
Banyak
khotbah menggunaan contoh studi kasus, tapi banyak kata-kata dalam khotbah juga
tak mempan bila dicoba dalam studi kasus. Terutama dalam mencerna bagian “percaya”
bagaimana bisa cukup dengan percaya semua masalah selesai. Pegadaian yang
mengatasi masalah tanpa masalah saja kita harus merelakan barang kita untuk di
gadai. Lha ini perkara percaya pada yang Kuasa.
Ya bisa,
kita lanjutkan pemaknaan percaya itu tidak pasif, tapi aktif, bahwa percaya
berarti pasrah pada kehendak-Nya tapi bagaimana kita tahu kehendak-Nya ? ya
dengan mencoba, dengan demikian percaya pasrah itu adalah tindakan aktif kita
mencari kehendak-Nya. Enggak mesti kehendak-Nya bagi kita itu sesuai yang di khotbahkan
tiap minggu di gereja.
Ok, bahagia,
Suatu malam,
kami pulang dari berpergian, bapak saya lalu mengatakan. Doa itu bisa saja
singkat, mengucap syukur bahwa masih berada disini sudah cukup. Sekian tahun
sekian bulan, sekian purnama, kata itu diketik di blog ini dan mengingatkan
akan suatu kebahagiaan. Bersyukur. Tapi sekali lagi itu sangat kondisional.
Dalam keadaan
terpuruk biasanya kita gencar berdoa, tapi kalau berdoa selesai mengucap kita
lalu pergi, lupa bahwa kita sedang berbicara pada-Nya. Jangan-jangan Dia akan
berbicara pada kita tapi terlanjur kita tinggal. Ya begitulah. Berdoa adalah
dialog.
Terkadang
jebakan adalah alam pikiran kita, setan, iblis, yang mempengaruhi macam-macam
dengan ke-Logisannya, memang itu diperlukan, tapi dalam bertemu dengan-Nya kita
bertemu dalam Rasa. Lalu bagaimana membedakan bahwa ini adalah hasil dari
pemikiran yang tidak murni v.s kehendak-Nya? Ibarat wungkal yang adalah alat
untuk mengasah, kita harus tiap kali mengasah ketajaman ini. Hasil dari pikiran
pasti bisa kita tawar, tiap kali kita mengasah, kita bisa menawar hasil dari
pikir. Seperti Yesus yang dicobai di padang gurun, siapa iblis? Yesu
Kebahagiaan sejati
bolehlah kita sepakati dan ketahui bersama adalah bersama dengan Tuhan. Tapi kemudian
apakah dalam kehidupan sehari kita kita sudah hidup bersama dengan Tuhan? Ketika
hal yang kita lakukan sudah selaras dengan kehendak Tuhan kita akan menemukan
kebahagiaan sejati yang tak terpengaruh frekuensi naik turunnya kehidupan.
Dimulai dari
saat kita membuka mata di pagi hari, sebelum kaki menyentuh tanah, sebelum
macam-macam kegiatan dimulai, ada baiknya kita berucap pada-Nya, memohon bahwa
berkenanlah Tuhan merasuk dalam raga ini, supaya yang kulakukan hari ini sesuai
kehendak-Mu saja.
Selamat Natal..