Rabu, 02 November 2016

3 tahun roda berputar

2013 adalah awal dari sepeda yang dibeli tahun 1994 keluar lagi setelah sekian lama di gudang. Diawali oleh teman yang barusan beli sepeda dan ngajak sepedaan sebelum berangkat diskusi malam Sabtu Pahing, kami sepedaan ke plengkung gading dan berakhir di Mangkubumi. Terkaget karena malam itu buanyaaakk sekali pesepeda nongkrong di ruas jalan itu. Kami pikir ada event apa gitu pada awalnya, dan setelah sekian bulan baru sadar ternyata malam sabtu Pahing waktu itu bertepatan dengan aktivitas Jogja Last Friday Ride (JLFR).

Asiknya atmosfir JLFR yang hidup diwarnai dengan berbagai macam sepeda dan sorakan pemudi-pemuda memang selalu dinanti di akhir bulan. Hingga akhirnya fanspage JLFR membagikan kegiatan sepedaan yang digagas oleh Umbulharjo Ngepit, tinggal di umbulharjo juga maka pada hari H datanglah ke acara sepedaan tersebut. Itulah awalnya saya bergabung dengan komunitas sepeda.

Dari komunitas sepeda ternyata dapat mengenal lebih banyak teman dari komunitas-komunitas sepeda yang lain. Kadang berkunjung ke komunitas lain untuk mengikuti acara yang diadakan. Kadang komunitas lain juga datang ke komunitas sini. Saat itu yang saya ingat banyak komunitas berdiri dengan basis kedaerahan, seperti umbulharjo, bangirejo, godean, sleman, berbah dkk dkk..

Tahun 2013-2014 sepertinya JLFR sedang pada masa emasnya bila ukurannya adalah pesepeda yang ikut. Kridosono dipastikan macet, pesepeda banyak yang menunggu aktivitas ini start di ruas jalan keluar dari kridosono. Bahkan katanya ada kalau hanya 3000 pesepeda berkumpul tiap akhir bulan di Jogja dalam satu aktivitas sepedaan ini. Tua muda  mudi, bebas mengekspresikan dirinya dalam sepedaan ini. Kostum keren dan unik, biasa ditemui, pesepeda juga tak sedikit menggunakan baju2 terbaiknya dalam aktivitas ini.

Klakson ranmor bagaikan suara latar bagi pesepeda, semakin lantang pula klakson dibunyikan oleh pengendara mesin yang tak sudi jalan aspal bersama ini dirampas sebulan sekali. Sepeda kami tetap melaju.

Kolaborasi antar komunitas juga muncul sebagai inisiatif memperkaya JLFR. Ketika puasa bagi takjil, bagi nasi bungus utk buka puasa, berbagai acara komunitas, dan yang paling ditunggu saat ulang tahun JLFR, karena pasti ruame dan banyak lomba yang berhadiah menarik dari berbagai komunitas yang urunan.

Tak hanya di dunia nyata, dunia maya juga penuh pro dan kontra yang menjadikan diskusi menambah wawasan tentang sepeda dan kota. Hingga impian yang begitu indah bila tiap hari adalah JLFR yang berarti ribuan orang bersepeda tiap harinya di Jogja.

Memasuki 2015 muncul Jogja Second Friday Ride, sepedaan di minggu kedua tiap bulan, yang akhirnya pupus juga setelah berjalan 6 bulan. Mungkin diharapkan oleh pendirinya supaya bisa seramai JLFR tapi yah.. JLFR tetap di hati.

Tahun 2015 cukup menampar pesepeda, karena banyaknya isu begal, klitih dan pesepeda yang diajak gelut saat JLFR. Entah kenapa, pasti ada yang tidak suka/takut pada masa banyak tak terorganisir dan aktifitasnya sustain dapat bertahan hingga 5 tahun hanya dengan rute!

Sepertinya lelah dan pawang hujannya begitu hebat, 2015 ulang tahun JLFR hujan deras, bagaikan ono udan salah mongso. Jogja Kota Night Ride(JKNR) kemudian muncul di minggu pertama tiap bulan, diawali para pesepeda yang belum puas karena belum merayakan ulang tahun JLFR 2015 di akhir bulan karena hujan. Namun JKNR juga tak tahan lama rutinitasnya.

2015 pesepeda yang ikut JLFR menurun drastis diterpa berbagai isu. Tak lama, di medsos, bagaikan paham keadaaan redupnya JLFR, heboh grup Jogja Gowes yang langsung naik daun diserbu pesepeda. Sepedaannya tidak malam hari seperti JLFR, cenderung lebih aman dari begal, dan menawarkan sepedaan tematik: menuju ke suatu lokasi tertentu, tidak sekadar sepedaan muter kota seperti JLFR.

Hebohnya Jogja Gowes juga memicu komunitas tematik lainnya bermunculan, baru maupun lama. Seperti Pitnik, pit community, segoro geni,dll. Sehingga eksistensi mereka diwadahi dalam grup yang disebut komunitas jogja gowes.

Pada perkembangannya jogja gowes sebagai komunitas muncul anggapan seolah-olah hanya menjual jersey dan yang pakai jersey langsung dianggap anggota komunitas. Memang namanya mengandung kata jogja yang berani memakai nama jogja berarti bisa menaungi. Dengan ini jogja gowes mungkin maksudnya sebagai komunitas induk pesepeda di Jogja. Seiring berjalan waktu, grup medsos jogja gowes secara fungsi berubah menjadi forum tempat bertukar pendapat tentang sepeda  dan  tempat eksistensi pesepeda yang sebelumnya belum muncul dirasa diakui.

Ide selalu lahir dan diperbaharui, kebutuhan kelompok untuk diakui tetap ada dan tanpa meninggalkan hal tersebut muncul ide sepedaan bersama tanpa sekat, lintas komunitas, namun juga guyub, hingga akhirnya muncul gowes bareng (gobar) yang sangat kental budaya silaturahminya antar komunitas yang ikut.

Dinamisnya budaya bersepeda di jogja ini begitu asik untuk dinikmati juga diikuti dan membuktikan bahwa masyarakat Jogja sebenarnya mempunyai budaya bersepeda yang hebat dari berbagai kalangan. Seperti sepedaan sebenarnya sudah ada dalam gen masyarakat jogja dan hanya perlu di sentil saja.

Hingga berkembang seperti sekarang, ada yang bilang JLFR sekarang sudah tidak seramai dahulu, namun kata-kata seperti itu hanya berlaku bila ukurannya adalah banyaknya pesepeda yang ikut. Lebih dari itu, dari puluhan kali sepedaan JLFR masa sih kamu ga punya daya tular positif yang bisa kamu tularkan ke orang lain? Begitu pula berbagai komunitas yang silih berganti mati dan muncul. Komunitasnya mungkin mati, tapi anggota-anggotanya pasti sempat menularkan virus positif ini ke orang lain barang satu. Hingga akhirnya semuanya berkembang sesuai kapasitas masing-masing di posisi masing-masing.

Dan kenapa sih, dia harus ikut aliran/cara bersepedaku? Mau banter, mau pelan, mau nuntun, mau sepeda Cuma jadi bahan klangenan… apapun itu, rayakanlah saat itu. Karena setiap kegiatan bersepeda adalah ungkapan atas kecintaan akan sepeda yang berbuah kegembiraan bersama.

Tapi, bagaimanakah menularkan kegembiraan bersama ini pada perempuan dan anak-anak?
tetaplah bergembira ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar