Beberapa tempat sedang merenovasi
bangunan gerejanya, beberapa tempat bahkan ada yang sedang kesulitan mengurus
pembangunannya. Seberapa penting kah pembangunan gedung gereja?
Selama ini kita mempunyai pola
pikir bahwa suatu kegiatan/aktivitas harus diwadahi, hal ini berdampak pada
kebutuhan ruang. Kebutuhan ruang memakan luasan lahan, sehingga akan menjadi
suatu permasalahan di tempat yang mempunyai lahan terbatas. Pada perkembangan
bangunan gereja, biasanya kemudian gereja membeli lahan di sebelahnya, atau di
dekatnya, untuk perluasan.
Stop.
Sampai kapan?
Gereja memang dipandang perlu
untuk terus berkembang, menambah fasilitas, dan luasan bangunan, untuk dapat
menampung jemaat yang semakin banyak sehingga bisa beribadah dengan nyaman,
selain menambah ruang untuk aktivitas yang telah dilist sebelumnya.
Fakta, tiap tahun pasti jemaat
semakin bertambah, karena manusia juga berkembang biak. Maka perluasan,
renovasi, redesain gereja adalah salah satu solusinya. Namun dampak dari salah
satu solusi itu terlalu banyak menyerap dana untuk pembangunan gedung. Bukan pada
aset gereja sesungguhnya, Manusia. Bodonnya, berapa banyak gereja bisa
menyekolahkan jemaatnya hingga S1 dengan dana pembangunan tersebut? Gereja menurut
saya, aset terbesarnya adalah manusianya, sumber daya manusia, itu yang perlu
terus dibangun dikembangkan. Saya tidak tahu apakah di gereja terdapat database
jemaat, mungkin dengan pendidikan terakhirnya, dan apakah gereja sudah turut
andil dalam mengembangkan jemaatnya dalam hal ini?
Selain itu, penambahan jumlah
manusia adalah hal pasti. Menurut saya renovasi, ataupun redesain bangunan
gereja yang baik adalah dengan mengakomodasi penambahan jumlah manusia yang
akan terus bertambah. Tidak sekadar, renovasi dari kapasitas sekian jemaat
menjadi sekian jemaat. Tapi gereja menghadirkan bangunan ibadah yang mempunyai
kemampuan menampung jemaat yang mengembang dan menyusut tanpa harus tiap kali
merenovasi.
Bisa kita ambil contoh, bangunan
pendhapa, dengan tidak adanya elemen dinding pada pendhapa, memungkinkan peluasan
area ibadah diluar pendhapa. Menurut saya begitu solusi desain gereja yang baik
dan tidak secara berkala melakukan renovasi penambahan luasan gedung gereja.
Namun akan kemudian muncul banyak
pertanyaan, bagaimana keamanannya? Bagaimana bila hujan? Bagaimana.... bila? Aduh,
1. Kita
berada di negara tropis, musim dingin/hujan kita tidak mati ibadah di dalam
bangunan tanpa dinding, beda dengan di negara 4 musim. Tentunya mengurangi
pengeluaran gereja dalam penggunaan AC / listrik pendingin ruangan/ kipas.
2. Banyak
masjid yang menerapkan tipikal bangunan seperti ini, dan tetap aman. Nah pertanyaannya,
aman seperti apa untuk gereja? Soundnya hilang? Mimbarnya hilang? Mic-nya
hilang? Jangan gitu amat lah. Dengan gereja terbuka seperti ini dapat menarik
jemaat untuk beribadah/ziarah dengan waktu yang lebih leluasa. Jam 10 malam mau
ujian nasional, galau, pengen berdoa, apa hanya bisa ke ganjuran?
3. Di
negara 2 musim, hujan adalah teman. Kalau ga panas ya hujan. Maka kita punya
sistem yang dibuat nenekmoyang, namanya teras. Teras yang diperpanjang cukup untuk
menampung sekian banyak jemaat. Bilamana cerah juga bagus dengan kursi
secukupnya di letakkan di luar teras tersebut. Contoh bangunan; pagelaran
kraton, dan beberapa pendhapa di dalam kraton yang mempunyai dimensi cukup
lebar. Atau bisa mengadopsi sistem serambi pada masjid, tak ada salahnya. Dan bangunan
gereja juga tak harus melulu ng-eropah.
Dengan begitu, menurut saya,
desain bangunan gereja yang baik, adalah desain yang tidak kaku, tidak lagi
membicarakan kapasitas jemaat, tapi cukup untuk memayungi jemaat bila
beribadah, sedikit maupun banyak. Dan bila mbludag, kita bisa minta tolong pada
pawang hujan dong, masa Yesus menghardik angin ribut kita percaya, tapi kalau
gereja mau hajatan besar takut hujan tidak percaya pawang hujan.
Lho, Yesus kok klenik?
18 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar